Memahami Ayat-Ayat Mutasyabihat ala Ahlusunnah wal Jamaah
Metode
pertama (salaf) adalah diam dan berserah, dengan meyakini bahwa ayat itu
adalah wahyu dari Allah (tafwidh ma’a tanzih). Sedangkan makna yang dikehendaki
dari ayat tersebut tidaklah ada yang tahu kecuali Allah. Karena, kita hanya
mengetahui arti dzahir, dan dari arti itu tidak kemudian pasti bahwa itulah
yang dikehendaki Allah SWT. Maka kita serahkan urusan (arti hakiki) kepada
Allah, dan kita tidak beralih kepada takwil. Ini adalah metode para ulama
salaf.
Metode
kedua (khalaf) adalah menakwilkan ayat-ayat mutasyabihat sesuai dengan
ayat-ayat muhkamat, yang tidak mengantarkan kepada tasybih maupun ta’thil. Ayat-ayat
muhkamat adalah sebagai rujukan atau dasar untuk menakwil ayat-ayat
mutasyabihat. Firman Allah
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ
هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ [آل عمران : 7[
“Dia-lah
yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat.”
Sebagai
contoh,والله على
العرش استوى istiwa’-nya Allah atas Arsy ditakwil sebagai
kekuasaan-Nya, يد الله فوق أيديهم ditakwil sebagai turunnya pertolongan dan berkah atas sahabat, والسماء بنينها بأيد وإنا لموسعون ditakwil dengan kekuatan dan kekuasaan.
Karena
tidak mungkin kita katakan bahwa Allah memiliki tangan hakiki yang merupakan
sifat-Nya. “Tangan” bukanlah sifat, baik menurut bahasa maupun istilah. Justru
“tangan” adalah benda yang disifati dan bukan sifat, contohnya ucapan “tangan
yang panjang”.
Post a Comment