Gerhana; Pengertian Gerhana dan Tata Cara Pelaksanaan Shalat Gerhana
Lbm-Nu Lampung. Menindak-lanjuti pengumuman
dan himbauan Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), bahwa
besok pada Rabu pagi, 9 Maret 2016 akan ada peristiwa gerhana matahari total. Maka
sangatlah penting jika tulisan tentang Tata Cara Pelaksanaan
Shalat Gerhana ini diterbitkan untuk sekedar mengingatkan jama’ah NU, khususnya jama’ah
NU Lampung.
Pengertian
Gerhana dan Hukum Sholatnya
Secara
bahasa, kedua istilah itu sebenarnya punya makna yang sama, gerhana matahari
dan gerhana bulan sama-sama disebut dengan kusuf dan juga khusuf sekaligus. Namun
masyhurnya di kalangan ulama penggunaan istilah khusuf untuk gerhana bulan dan
kusuf untuk gerhana matahari.
Kusuf (gerhana matahari) adalah peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau
total pada siang hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan
matahari. Khusuf (gerhana bulan) adalah
peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam
hari karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan yang berada di
balik bumi dan matahari.
Ketika terjadi gerhana
baik gerhana bulan atau gerhana matahari, siapa saja, yang penting mukallaf, baik
dalam keadaan muqim di negerinya atau dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki
atau untuk perempuan, di sunnahkan (mu’akkad) melakukan sholat gerhana. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW ; “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah
tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan
kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka
lakukanlah shalat dan berdoalah hingga selesai gerhana.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad). “Ketika matahari mengalami gerhana di zaman
Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu
jamiah". (HR. Bukhari).
Tata Cara Pelaksanaan
Shalat Gerhana
Shalat
gerhana matahari dan bulan boleh dikerjakan
sendirian dan dengan cara berjamaah. Jika dilakukan berjama’ah maka tidak didahului
dengan azhan atau
iqamat. Tetapi panggilan shalat dengan lafaz "As-Shalatu
Jamiah". Jahr (mengeraskan bacaan)
pada gerhana bulan dan sirr (memelankan bacaan) pada gerhana matahari.
Shalat
gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat. Boleh dilakukan seperti
sholat-sholat sunnah biasa pada umumnya. Tetapi sempurnanya masing-masing rakaat dilakukan dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca qiraah surat
Al-Quran, 2 ruku' dan 2 sujud. Dalil yang melandasi hal tersebut adalah : Dari
Abdullah bin Amru berkata,"Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Nabi
SAW, orang-orang diserukan untuk shalat "As-shalatu jamiah". Nabi
melakukan 2 ruku' dalam satu rakaat kemudian berdiri dan kembali melakukan 2
ruku' untuk rakaat yang kedua. Kemudian matahari kembali nampak. Aisyah ra
berkata,"Belum pernah aku sujud dan ruku' yang lebih panjang dari ini.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Lebih sempurnanya lagi
pada rakaat pertama pada berdiri yang pertama
setelah Al-Fatihah membaca surat al-Baqoroh atau yang panjangnya seperti surat al-Baqarah.
Pada berdiri yang kedua membaca surat dengan kadar sekitar 200-an
ayat. Sedangkan pada rakaat kedua pada berdiri
yang pertama dibaca surat yang panjangnya sekitar 150-an ayat, dan pada
berdiri yang kedua dianjurkan membaca ayat yang panjangnya sekitar 100-an ayat.
Kemudian di dalam ruku’, sunnah
memanjangkan bacaan Tasbihnya. Panjang ruku' pertama pada rakaat pertama
seputar 100 ayat surat Al-Baqarah, pada ruku' kedua dari rakaat pertama seputar
80 ayat surat Al-Baqarah. Dan seputar 70 ayat untuk ruku’ pertama dari rakaat kedua, dan rukuk terakhir sekadar 50 ayat. Sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Nawawi banten dalam
kitabnya Qutul Habibil Ghorib Tausyikhun ‘alaa Fathil Qoribil Mujib, hal. 135. “Ini
adalah yang rojih menurut pendapat kebanyakan ashabus syafi’i sesuai nukilan
al-Mahalli”
Setelah selesai sholat gerhana
disyariatkan adanya khutbah yang mendorong jama’ah agar bertaubat dan melakukan
kebaikan seperti shodaqoh. Modelnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan
Idul Adha dan juga khutbah Jumat. Disebutkan di dalam hadits ;
أَنَّ النَّبِيَّ لَمَّا فَرَغَ مِنَ
الصَّلاَةِ قَامَ وَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ
قَال : إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَل لاَ
يُخْسَفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ
فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Dari Aisyah ra
berkata,"Sesungguhnya ketika Nabi SAW selesai dari shalatnya, beliau
berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah, kemudian
bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari
tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan
kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka
lakukanlah shalat dan berdoalah”. (HR.
Bukhari Muslim).
Demikian, sekilas tentang gerhana
dan tatacara pelaksanaan Sholat Gerhana yang disarikan dari kitab Qutul Habibil
Ghorib Tausyikhun ‘alaa Fathil Qoribil Mujib, karangan Syaikh Nawawi banten
Indonesia, dan sumber-sumber lain
Post a Comment