KH Ahmad Warson Munawwir, Sang Penyusun Kamus Legendaris
Meskipun beliau sudah kembali ke rahmatullah, sosoknya mewariskan mahakarya
tak lekang zaman. Kamus Al-Munawwir menjadi bukti
kristalisasi ilmu ulama yang lahir dari Krapyak ini: Almaghfurlah KH Ahmad
Warson Munawwir.
Sejak pertama
diterbitkan pada 1997, Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir telah dicetak ulang
sebanyak 22 kali. Kamus dengan sampul berwarna biru dongker itu sangat mudah
dijumpai di pasaran. Pun di sejumlah lembaga pendidikan, tak jarang kamus
tersebut digunakan sebagai pegangan utama para civitas academica dalam mencari
arti kata bahasa Arab. Meski demikian, tak banyak orang mengenal siapa sosok di
balik kemasyhuran kamus setebal 1591 halaman itu.
Sebagaimana
tercetak pada halaman sampul, adalah KH Ahmad Warson Munawwir, sang pengarang
kamus. Beliau lahir pada Jum’at Pon, 22 Sya’ban 1353 Hijriyah tahun wawu. Tidak
ada bukti pasti mengenai tanggal kelahirannya di tahun masehi, namun menurut
salah seorang santrinya, beliau lahir bertepatan dengan tanggal 30 Nopember
1934. Sudah menjadi tradisi, ayahnya, KH Muhammad Munawwir, memberikan nama
putra putrinya sesuai dengan awalan tahun kelahiran dalam penanggalan kalender
Jawa. Seperti Mbah Zainal, lahir di tahun zaa, Mbah Dalhar di tahun dal. Untuk
itulah nama Mbah Warson yang berawalan Wawu dinisbatkan pada tahun kelahirannya
yaitu tahun wawu.
Putra kandung Mbah Munawwir dari jalur Nyai Sukis inilah yang telah
menyelesaikan penyusunan kamus dalam waktu yang tidak singkat. Ada kerja keras dan pergulatan intelektual panjang yang menyertai
proses penyelesaian kamus ini.
Sejak Mbah
Munawwir wafat pada 1942, kepengasuhan Pondok Pesantren Krapyak diserahkan
kepada menantu beliau, KH Ali Maksum. Kakak ipar inilah yang selanjutnya
menjadi guru Mbah Warson. Bahkan semasa hidupnya, ulama yang lahir pada tahun
1934 ini tidak pernah nyantri ke guru selain Mbah Ali. Guru sekaligus kakak
ipar yang akrab ia sapa ‘Kang Ali’ inilah yang mendampinginya menyelesaikan
kamus Al-Munawwir.
Menurut penuturan KH Habib Syakur, santri alumni Pondok Pesantren Krapyak
yang membantu penerbitan Kamus Al-Munawwir, kamus dicetak pertama kali pada
1976 masih dengan tulisan tangan dan baru sampai dengan huruf dzal. Sementara, santri alumni lainnya yang pernah menemani Mbah Warson
mengungkapkan, kamus tersebut dirampungkan selama 15 tahun. Dengan asumsi bahwa
kamus selesai ditulis pada 1975, maka bisa diperkirakan penulisannya telah
dimulai sejak 1960 ketika almarhum berusia 26 tahun atau bahkan jauh
sebelumnya.
Kamus
Al-Munawwir ditulis Mbah Warson ditulis dalam bimbingan Mbah Ali. Tidak keliru
apabila dalam kamus tertulis nama Mbah Ali sebagai pentashihnya. Selama
penulisan kamus, Mbah Warson menggunakan metode setoran dalam memeriksakan
naskah kamusnya kepada Mbah Ali. Setiap kali menyelesaikan beberapa halaman
untuk kamusnya, beliau membawa naskah tersebut kepada Mbah Ali yang lantas
memeriksanya sambil minta dipijit. Begitu seterusnya hingga kamus tersebut
selesai dikerjakan.
Dalam
menyusun kamus, Mbah Warson menggunakan berbagai kamus dan kitab sebagai
referensi. Dengan ketekunannya tersebut Al-Munawwir pun berhasil menjadi kamus
klasik dengan variasi kata yang kaya. Jika dalam halaman pendahuluan kamusnya
Mbah Warson menuliskan harapannya agar Al-Munawwir dapat “membantu mereka yang
bermaksud menggali mutiara-mutiara berharga dalam kitab-kitab berbahasa Arab”,
maka dengan kualitas yang dimilikinya, kini, dengan tak kurang percaya diri
bisa dikatakan tujuan itu telah berhasil dicapai.
Post a Comment