Kiyai Ihsan Jampes
Sosok Ulama’
sederhana dan bersahaja ini lahir dengan nama Bakri pada tahun 1901 dari
pasutri KH. Dahlan dan Nyai Artimah. Sejak kecil beliau telah mendapatkan
pendidikan keagamaan dari keluarganya sendiri, terutama dari neneknya (Nyai Isti’anah),
baru saat beranjak remaja beliau memulai pengembaraannya dari satu pesantren
kepesantren lainnya. Diantaranya, Pesantren Bendo pare yang diasuh oleh pamanya
sendiri KH. Khozin, pesantren Jamsaren Solotigo, pesantren KH. Dahlan Semarang,
pesantren KH. Sholeh Darat Semarang, pesantren Mangkang Semarang, pesantren
Punduh Magelang, pesantren Gondanglegi Nganjuk dan pesantren Syaikh Kholil
Bangkalan Madura.
Kiyai Ihsan, panggilan akrab beliau, mengakhiri pengembaraannya dari
menuntut ilmu di berbagai pesantren, ketika Ayahandanya memintanya membantu
mengajar dipesantrennya sendiri. Untuk selanjutnya
beliau istiqomah mengabdikan hidupnya didunia pendidikan dan pesantren. Pernah
beliau diminta sendiri oleh raja Faruq menjadi warga kehormatan Mesir sebagai
Syaikh pengajar di universitas Alazhar, berkenaan dengan kitab karangan beliau
“Sirojut Tholibin” Syarah Minhajul ‘Abidin karya Imam Ghozali, kitab yang
menjadi diktat resmi Fakultas Ushuluddin Universitas Alazhar, dan menjadi
rujukan wajib dibeberapa universitas Mesir dan Eropa. Namun permintaan raja
Faruq itu ditolak oleh beliau dan memilih hidup dan mengajar dipondok
pesantrennya sendiri di Jampes Kediri.
Di waktu-waktu luangnya, beliau menyempatkan diri untuk menulis kitab, dua
diantaranya adalah kitab yang membuat nama beliau berada dalam barisan ulama’
berkaliber internasional, yaitu, “Sirojut Tholibin” Syarah Minhajul ‘Abidin
karya Imam Ghozali, kitab yang menjadi diktat resmi Fakultas Ushuluddin
Universitas Alazhar, dan menjadi rujukan wajib dibeberapa universitas Mesir dan
Eropa, dan kitab “Manahijul Imdad” Syarah Irsyadul ‘Ibad karya Syaikh Zainuddin
Almalibari, yang menghebohkan kalangan intlektual muslim di Timur Tengah,
terutama di Kairo, ditulis pada tahun 1940 dan baru diterbitkan tahun 2005. Sehingga kitab Manahijul Imdad ini belum begitu populer dikalangan
pesantren.
Selain dua kitab tersebut, masih ada dua lagi kitab karangan beliau, yaitu,
kitab falak “Tashrihul ‘Ibarot” Syarah Natijatul Miqot karya Syaikh Ahmad
Dahlan Semarang, ditulis pada tahun 1930, dan kitab “Irsyadul Ikhwan”, sebuah
kitab yang khusus membahas minum kopi dan merokok dalam pandangan Islam.
Selama hidupnya,
beliau tidak aktif dalam organisasi keagamaan apapun termasuk NU, apalagi
terjun di dunia politik praktis. Syaikh Ihsan Jampes meninggal pada tahun 1952,
dalam usia 53 tahun.
Sumber, Risalah
NU, Mutiara Ulama’ Nusantara dan dari sumber-sumber lain
Post a Comment