Poligami Itu Selingkuh
Islam menganjurkan ummatnya untuk menikah, laki-laki dengan perempuan, dan
tidak hidup melajang. Melarang praktik perzinaan, bahkan agama-agama lain dan
akal budi yang sehat-pun melarang praktik itu. Homoseksual baik itu gay
atau lesbi juga dilarang dalam Islam. Sebab perilaku itu jelas-jelas
menyimpang, menjijikkan dan menafikan akal sehat. Lalu bagaimana dengan poligami?.
Pada zaman pra Islam, poligami sudah lazim dilakukan, bahkan tidak sedikit
seorang lelaki yang beristiri puluhan bahkan ratusan wanita. Ketika Islam
datang poligami hanya boleh dilakukan apabila suami cukup mampu untuk
melakukannya, baik mampu secara dlzohir maupun bathin, dan siap memperlakukan
istri-istrinya dengan adil, jika takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
nikahilah seorang saja yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya, jadi Islam datang tidak melarang poligami juga tidak membiarkan
poligami secara bebas dan asal senang saja. Islam datang selain membatasi
poligami maksimal empat isteri, juga menjelaskan persyaratan-persyaratan dan
kriteria dalam berpoligami yang sebelumnya tidak ada. Sebagaimana
disebutkan dalam surat
Annisaa` ayat 03.
Jelasnya Islam tidak mengharuskan umatnya berpoligami. Santernya isu dan
polemik tentang poligami, seakan-akan ada anggapan bahwa agama Islam mewajibkan
poligami, sehingga baik orang muslim atau non-muslim banyak yang terpengaruh.
Bahkan ada yang menganggap bahwa poligami adalah perselingkuhan. Sebagaimana
pernyataan seorang psikolog dalam bukunya ’Poligami itu Selingkuh’, penulis
buku ini menyatakan secara tegas, bahwa poligami itu semuanya selingkuh, karena
poligami tidak akan terwujud jika tidak diawali dengan perselingkuhan. Dengan
demikian, poligami itu selingkuh.
Ini jelas suatu kesimpulan ngawur dan tidak didukung oleh suatu research
yang mendalam dan memadai, atau bisa dikatakan bahwa munculnya kesimpulan itu
adalah berangkat dari pendeknya pemahaman dan dangkalnya pengetahuan. Karena
jelas, bahwa tidak semua poligami itu berangkat dari yang namanya
perselingkuhan. Bahkan larangan berpoligami itulah yang akan menyuburkan
tumbuhnya perselingkuhan.
Islam (baca ’Allah’) memperbolehkan poligami, tentunya dengan pertimbangan
sifat rahman rahim-Nya. Hal ini
terbukti dengan seringnya poligami menjadi solusi dan benteng dari terjadinya
perzinaan, perselingkuhan, ataupun keburukan lainnya. Paling tidak poligami
dapat meminimalisir angka pekerja sek komersial ditempat-tempat prostitusi,
dikuburan-kuburan tua, direl-rel kereta api, dikolong-kolong jembatan atau
tempat-tempat mesum lainnya. Dan bisa jadi, poligami juga dapat menjadi
penolong bagi kaum hawa yang memerlukan pelindung atasnya dan anak-anaknya. Logisnya,
berlipat gandanya populasi kaum hawa dari kaum adam dan melihat kebutuhan
biologis manusia serta semakin bebasnya pergaulan antara laki-laki dan
perempuan. Jika setiap lelaki hanya menikahi satu perempuan, tentunya banyak
perempuan-perempuan yang tidak dapat jatah suami, sehingga untuk memenuhi
dorongan kebutuhan biologisnya, baik dzohir atau batin, mereka nekat mengganggu
rumahtangga orang, menjual diri, hidup dengan sesama jenis dan lain-lain.
Anggapan orang-orang yang mencerca bahwa poligami itu merendahkan wanita
dan menjadikan wanita sebagai makhluk inferior, sebenarnya tidak didasari
dengan pemahaman syari’at Islam secarah utuh. Akhirnya mereka sendirilah yang
lebih merendahkan wanita, menarik kaum hawa masuk ke dalam lubang kehinaan,
menjebak dan mengajak kaum hawa untuk menganulir akal sehatnya, menolak fithrah
dan tabiatnya, dan melepaskan keimanannya. Ini terbukti dari kesenangan mereka
mengeksploitasi kaum wanita sebagai perhiasan umum dan properti publik, yang
dapat dikonsumsi bebas oleh massa. Lihatlah iklan-iklan di televisi, bagaimana
wanita dieksploitasi besar-besaran hanya untuk menarik market dan meraih
profit besar-besaran suatu produk, tampak wanita bagaikan barang dagangan.
Ironisnya, wanita-wanita itu rela dan tidak malu menjadi properti umum daripada
dipoligami oleh seorang pria. Ada lagi yang senang menjadi wanita simpanan alias
gundik atau mistress. Di lain pihak, ada sebagian isteri yang lebih
senang suaminya terjatuh kepada perselingkuhan, perzinaan, dosa dan keharaman
daripada harus berbagi suami dengan wanita lain. Na’uudzu Billaahi min Dzaalik.
Post a Comment