Memilih Pemimpin Non Muslim. Bagaimana Pendapat Anda?
Lbm-Nu Lampung - Artikel tentang memilih pemimpin non-muslim ini adalah terusan dari artikel
saya yang lalu yaitu tentang "Kriteria Pemimpin Menurut Al-Qur'an", di mana dalam artikel itu, saya singgung
meskipun tidak secara jelas, bahwa menurut al-Qur’an kriteria pemimpin itu
haruslah seseorang yang beriman kepada Allah SWT. Ini artinya jika orang-orang yang beriman memilih
pemimpin non beriman (non-muslim. istilah selanjutnya biar lebih familier) maka
jelas tidak sesuai kriteria yang diajukan oleh al-Qur’an.
Pernyataan di atas berlaku baik dalam konteks darul islam atau bukan. Di
Indonesia atau di negara-negara Islam, jika seorang muslim memilih pemimpin
non-muslim, maka berarti ia telah memilih pemimpin yang tidak sesuai dengan kriteria
yang diajukan oleh al-Qur’an. Karena memang pada dasarnya mengangkat pemimpin
non-muslim itu akan memberikan jalan baginya untuk
menguasai kaum muslim dan jelas akan merugikan kaum muslim itu sendiri. “Dan Allah
Swt. sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk memusnahkan
orang-orang beriman.” (QS. an-Nisa`: 141).
Kecuali dalam kondisi darurat, yaitu kondisi
dimana ada beberapa hal-hal yang tidak bisa ditangani oleh kaum muslimin
sendiri baik langsung maupun tidak langsung, atau terdapat indikasi kuat adanya
ketidakberesan (khianat) dari orang muslim itu sendiri.
نَعَمْ إِنِ
اقْتَضَتْ الْمَصْلَحَةُ تَوْلِيَّتَهُ فِيْ شَيْءٍ لاَ يَقُوْمُ بِهِ غَيْرُهُ
مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ أَوْ ظَهَرَ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ خِيَانَةٌ وَأَمِنَتْ فِيْ
ذِمِّيٍّ وَلَوْ لِخَوْفِهِ مِنْ الْحَاكِمِ مَثَلًا فَلاَ يَبْعُدُ جَوَازُ
تَوْلِيَّتِهِ لِضَرُوْرَةِ الْقِيَامِ بِمَصْلَحَةِ مَا وَلِّيَ فِيْهِ، وَمَعَ
ذَلِكَ يَجِبُ عَلَى مَنْ يَنْصِبُهُ مُرَاقَبَتُهُ وَمَنْعُهُ مِنَ التَّعَرُّضِ
لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Jika suatu kepentingan mengharuskan penyerahan
sesuatu yang tidak bisa dilaksanakan oleh orang lain dari kalangan umat Islam
atau tampak adanya pengkhianatan pada si pelaksana dari kalangan umat Islam,
dan aman berada di kafir dzimmi walaupun karena rasa takutnya kepada penguasa. (Dalam
konteks ini) maka boleh menyerahkan jabatan padanya karena adanya keharusan
(dlarurah) untuk mewujudkan kemaslahatan sesuatu yang dia diangkat untuk
mengurusinya. Meskipun demikian, bagi pihak yang mengangkatnya, harus selalu
mengawasi orang kafir tersebut dan mampu mencegahnya dari mengganggu terhadap
siapapun dari kalangan umat Islam” (Ibnu Hajar al-Haitsami, Tuhfah al-Muhtaj,
dalam Abdul Hamid asy-Syarwani dan Ibnu Qasim al-‘Abbadi, Hawasyai asy-Syarwani
wa al-‘Abbadi, Mesir-at-Tijariyyah al-Kubra, tt, juz, 9, h. 73)
Artinya bahwa kebolehan mengangkat kafir dzimmi
untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu atau memimpinnya dibolehkan sepanjang
tidak ada orang muslim yang mampu menanganinya, atau berlaku adil, dan adanya
kemaslahatan. Atau terdapat indikasi yang kuat, kalau diserahkan kepada
kalangan muslim sendiri maka ia malah berkhianat.
Dengan kata lain orang Islam yang memilih pemimpin
non-muslim itu sama dengan menganggap bahwa tidak ada orang Islam yang becus
menjadi pemimpin termasuk dia sendiri. Oleh karena itu hendaknya muslim memilih muslim, karena muslim satu dengan muslim lainnya ibarat
sebuah bangunan yang elemen-elemennya saling menguatkan antara satu dengan yang
lainnya.
Memang di Indonesia tidak ada syarat pemimpin harus Muslim. Tetapi
sebagai orang Muslim hendaknya memilih pemimpin yang muslim, siapa lagi yang
berani dan rela berkorban untuk Islam kalau bukan orang Muslim. Non-Muslim
kayaknya haihata haihata lima tu’adun (baca; jauh sekali) kalau ia
memikirkan Islam, apalagi untuk memajukannya. Oleh karenanya, pilihlah Pemimpin Muslim yang terbaik di antara kalian. Sekali lagi cobalah berfikir
jernih…
Post a Comment