Grand Syekh Al Azhar Puji Indonesia Atas Kemampuan Jaga Harmoni
NU Online. Grand
Syekh Al Azhar Prof Dr Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb memuji Indonesia
yang mampu menjaga harmoni dalam perbedaan. Menurutnya, Indonesia berhasil
mengelola perbedaan pandangan keagamaan dan itu tidak terlepas dari peran para
ulama.
“Itu tidak
terlepas dari kiprah para ulama yang dapat bermusyawarah dalam menyelesaikan
perbedaan. Ikhtilaf (perbedaan) adalah rahmat,” terang Syekh Ath-Thayeb dalam
pertemuan dengan sejumlah ulama dan tokoh cendekiawan Muslim di kantor Majelis
Ulama Indonesia, Jakarta, Senin (22/02). Hadir juga dalam kesempatan ini,
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Dubes negara sahabat. Demikian dikutip
dari laman kemenag.go.id.
Menurut Syekh
Ath-Thayeb yang juga Ketua Majelis Hukama, perbedaan merupakan sunnatullah.
Perbedaan dalam Islam bahkan sudah terjadi sejak zaman Nabi. Syekh Ath-Thayeb
lalu mencontohkan tentang shalat. Menurutnya, para sahabat belajar shalat dari
Rasulullah Saw. Namun, faktanya ada beberapa perbedaan kaifiyat (tata cara)
shalat yang sampai kepada umat Muhammad. “Untuk yang syar’i (prinsip) tidak ada
perbedaan. Tapi untuk yang furu’iyah (cabang-cabang keagamaan) terjadi
perbedaan pendapat,” terangnya.
Perbedaan
itu, lanjut Grand Syekh, mulai dari mengangkat kedua tangan saat takbiratul
ikhram. Ada pendapat yang hanya sampai depan dada, ada yang berpendapat sampai
dua telinga. Demikian juga perbedaan dalam bacaan Al-Fatihah, Maliki tidak
didahului Basmalah, sementara Syafii harus.
Terkait hal
ini, Grand Syekh menghargai peran MUI yang dapat menghimpun banyak ulama dari
beragam ormas dan pemikiran yang berbeda. Menurutnya, MUI menjadi modal besar
bagi upaya menyatukan umat Islam dan memberikan penyadaran kepada umat
Islam agar tidak mudah terprovokasi.
Grand Syekh
menegaskan bahwa perbedaan para ulama adalah rahmat. “Yasurruni an yakhtalifa
ashhabu Rasulillah (perbedaan di antara sahabat Rasulullah menyenangkan
buatku),” tutur Syekh Ath-Thayeb mengutip pernyataan Malik bin Abdul Aziz.
Dalam
keragaman pandangan dan pemahaman, Grand Syekh mengingatkan bahwa umat Islam
tidak boleh terjebak pada klaim kebenaran. “La taqul ana wahdy ash-shahih wa
ghairii khatha’un (Janganlah kamu mengatakan hanya saya saja yang benar,
lainnya salah),” tegas Syekh Ath-Thayeb sembari menyampaikan harapannya agar
MUI dapat menjelaskan cara pandang dalam menyikapi perbedaan ini kepada umat
Islam di Indonesia.
Sebelumnya,
Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin menyampaikan terima kasih atas kunjungan Grand
Syekh Al Azhar ke Indonesia, khususnya ke kantor MUI. KH Ma’ruf berharap
kunjungan ini akan dapat memperkuat dakwah Islam dan mempererat persaudaraan
Indonesia dan Mesir.
Kepada Syekh
Ath-Thayeb dan rombongan Majelis Hukama, KH Ma’ruf menjelaskan bahwa Indonesia
adalah bangsa dengan beribu pulau serta beragam suku dan agama. Menurutnya, ada
6 agama resmi, yaitu: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.
Dalam agama Islam, lanjut KH Ma’ruf, mayoritas Indonesia berakidah Ahlussunah
wal Jamaah dan berpedoman pada beberapa madzhab dalam ibadah dan muamalah.
Dijelaskan
juga bahwa di Indonesia terdapat beberapa ormas keagamaan seperti NU,
Muhammadiyah, Mathlaul Anwar, Al Wasliyah dan lainnya. Meski setiap ormas
mempunyai tujuan dan cara pandang masing-masing dalam mencapai tujuannya, namun
antara satu dan lainnya saling menghargai dan terhimpun dalam MUI. Red: Mukafi
Niam
Post a Comment