Manajemen Ramadlan 9. Meluruskan Pemahaman Salah Tentang Shalat Terawih
Meluruskan Pemahaman Salah Tentang Shalat
Terawih; Hakekat, Sejarah, Bilangan Rokaat dan Pahalanya
Hakekat Sholat Terawih
Oleh : Ust. Munawir (Ketua LBMNU Propinsi Lampung)
Shalat Terawih merupakan salah satu syi’ar dibulan
Ramadlan yang penuh berkah, keagungan dan keutamaan disisi Allah swt. Hukum
melaksanakannya adalah sunnah Muakad bagi kaum laki-laki dan kaum hawa
(perempuan), karena Terawih telah dianjurkan beliau Nabi Muhammad saw kepada
ummatnya. Sebagaimana termaktub dalam Hadist Nabi:
عن أَبي هريرة رضي الله عنه أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم ، قَالَ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيماناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. (متفقٌ عَلَيْهِ)
Artinya: Dari
Abi Hurairah ra: sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda; “Barang siapa yang
melakukan ibadah (shalat Terawih) di bulan Ramadlan karena iman dan
mengharapkan ridlo dari Allah, maka baginya diampuni dosa-dosanya yang telah
lewat”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Maksud kata “Qoma Ramadlan” dalam hadist di atas adalah
melaksanakan ibadah untuk menghidupkan malamnya bulan Ramadlan dengan cara
melaksanakan shalat Terawih, dzikir, membaca al-Qur’an dan ibadah-ibadah sunnah
lainnya sebagaimana yang dianjurkan beliau Nabi saw. Dan orang-orang yang
melakukannya dengan didasari iman dan mengharapkan keridlo’an Allah, maka Allah
swt akan mengampuni dosa-dosa kecilnya yang telah lewat. (Dalilul Falhin
lithariqi Riyadussholihin, juz 7, halaman 10)
Sejarah Sholat Terawih
Shalat Terawih
pertama kali dikerjakan Nabi SAW pada tanggal 23 Ramadlan tahun kedua
hijriyyah, namun pada saat itu beliau Nabi mengerjakannya tidak melulu di
masjid. Sebagaimana disebutkan dalam Hadist Aisyah:
أَنَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ
مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ لَيَالِيَ مِنْ رَمَضَانَ، وَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ،
وَصَلَّى النَّاسُ بِصَلَاتِهِ فِيهَا، وَتَكَاثَرُوا فَلَمْ يَخْرُجْ لَهُمْ فِي
الرَّابِعَةِ، وَقَالَ لَهُمْ صَبِيحَتَهَا: خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ
صَلَاةُ اللَّيْلِ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا. (رَوَاه
الْبَيْهَقِيُّ)
Artinya: “Sesungguhnya
Rasulullah SAW keluar pada beberapa malam dari bulan Romadlon, beliau
mengerjakan sholat di masjid. Orang-orang sholat mengikuti beliau. Kemudian
pada hari ke empat, orang-orang bertambah ramai (banyak), tetapi Nabi tidak
keluar kepada mereka. Ketika pagi-pagi, Nabi bersabda kepada mereka: “aku takut
kalau sholat malam ini diwajibkan atas kalian, terus kalian tidak mampu
(mengerjakannya)”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Bilangan Rokaat
Sholat Terawih
Tentang berapa
jumlah rokaat sholat Terawih ini, para ulama berbeda pendapat. Ishaq bin
Manshur pernah bertanya kepada Imam Ahmad bin Hanbal tentang jumlah rakaat
shalat qiyam Ramadhan yang beliau kerjakan. Beliau menjawab: "Ada sekitar
empat puluh pendapat mengenai masalah ini. " Imam al-`Aini menyebutkan
sebelas pendapat ulama seputar jumlah raka`at shalat Terawih. (Umdah al-Qari
Syarh Shahih al-Bukhari, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari)
Berkata Yazid bin
Ruman: "Di zaman Umar bin Khattab, orang-orang melaksanakan shalat malam
di bulan ramadhan (shalat Terawih) dengan 23 rakaat " (H.R. Imam Muslim).
Ibnu Abbas melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan 20 rakaat dan witir,
dengan tidak berjamaah. (H.R. Baihaqy).
Berkata
Atho':"Aku jumpai mereka (para sahabat) mengerjakan shalat pada
(malam-malam) Ramadhan 23 rakaat dan 3 witir". (H.R. Muhammad bin Nashir).
Berkata Daud bin Qais:
"Aku jumpai orang-orang di zaman Abas bin Utsman bin Abdul Aziz (di
Madinah), mereka shalat Terawih 36 rakaat, shalat witir 3 rakaat ". (H.R.
Muhammad bin Nashir).
Imam Malik
menjelaskan, penduduk madinah melakukan sholat terawih 39 rokaat, penduduk
Makkah 23 rokaat. Al- Tirmidzi menjelaskan: "bahwa Imam Malik shalat 41
rakaat dengan witir". (Bidayatul Hidayah, Ibn Rusyd, hal.152).
Pada masa Umar Ibn
Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thallib r.a, shalat Terawih
dikerjakan sebanyak 20 rakaat dan 3 rakaat untuk shalat witir. Jumhur
(mayoritas) ulama juga menetapkan jumlah shalat Terawih seperti itu, demikian
juga al-Tsauri, Ibn al-Mubarok dan al-Syafi'i. Sedangkan Imam Malik menetapkan
bilangan shalat Terawih sebanyak 36 rakaat dan 3 rakaat untuk shalat witir.
Ibnu Taimiyah
berkata: "Barangsiapa yang menduga bahwa sesungguhnya qiyam Ramadhan
memiliki bilangan tertentu yang ditentukan oleh Nabi shallallahu alihi wa
sallam, tidak boleh ditambah atau dikurangi, maka sungguh dia telah salah ."Para
ulama hanya berbeda pendapat dalam menentukan jumlah rakaat yang paling utama.
Kebanyakan ulama memilih dua puluh rakaat. Namun ada juga beberapa pendapat
yang memilih selain dua puluh, seperti sebelas (delapan rakaat Terawih dan tiga
rakaat Witir) dan lain-lain. Ibnu Taimiyah menganggap semuanya baik dan boleh
dikerjakan (Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih, al-Mizan al-`Adil li
Tamyiz al-Haq min al-Bathil, al-Mausu`ah al-Yusufiyah, Qurrah al-`Ain bi Fatawa
Ulama` al-Haramain, Mu`assasah al-Nida`, al-Mathba`ah al-`Amirah
al-Syarafiyah,)
Perbedaan ini muncul
karena di dalam hadis-hadis yang shahih, tidak ada kejelasan berapa rakaat Nabi
shallallahu alaihi wa sallam melakukan qiyam Ramadhan. Yang jelas Nabi
shallallahu alaihi wa sallam melakukan qiyam Ramadhan yang kemudian dikenal
dengan shalat Terawih itu selama tiga malam saja dengan berjamaah di masjid.
Malam keempatnya, beliau ditunggu-tunggu banyak orang, tetapi beliau tidak
keluar. Sejak saat itu, sampai beliau wafat bahkan sampai pada awal masa
Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu `anhu, tidak ada yang melakukan shalat Terawih
secara berjamaah dengan satu imam di masjid. Baru ketika pada masa kholifah
Umar bin Khottob, sholat terawih dilakukan dengan cara berjama’ah, Diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhari dan Imam Malik dari Abdurrahman bin Abd Qadri:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ الْقَارِي اَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَبْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِى رَمَضَانَ اِلَى الْمَسْجِدِ فَاِذَا النَّاسُ اَوْزَاعَ مُتَفَرِّقُوْنَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ اِنِّي اَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ اَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى اُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً اُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّوْنَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَت الْبِدْعَةُ هذه ...
"Abdurrahman bin Abd al-Qadri menceritakan, "aku keluar bersama Umar pada suatu malam di bulan Ramadlan ke Masjid, Beliau menjumpai banyak orang dalam beberapa kelompok; ada yang sedang melaksanakan shalat sendirian dan ada yang diikuti beberapa orang. Melihat hal itu Umar barkata: "aku berfikir lebih baik aku mengumpulkam mereka dengan satu orang Imam. Setelah itu Beliau memerintahkan Ubay bin Ka'ab r.a, supaya menjadi imam bagi mereka. Pada malam berikutnya aku keluar bersama Umar lagi dan ia melihat orang-orang melaksanakan shalat dengan cara berjama'ah dengan imam Ubay bin Ka'ab r.a, (memperhatikan kegiatan shalat itu), Umar berkata: "inilah sebaik-baik bid'ah". (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari:1817 dan Malik:231).
Hanya saja Mayoritas
ulama berpendapat bahwa bilangan rakaat shalat Terawih yang paling afdlal
adalah dua puluh (20) rakaat. Berikut ini adalah dalil-dalil yang di jadikan
pijakan untuk mendukung pendapat tersebut.
Pertama Hadist Imam Malik dari Sahabat Yasid bin Rumman.
عَنْ
مَالِكٍ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ رُمَّانَ اَنَّهُ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ
فِىْ زَمَنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِثَلَاثِ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً.( رواه
الامام مالك فى الموطأ)
“Dari
Malik, dari Yazid bin Rumman, ia mengatakan : Orang-orang mengerjakan (salat Terawih)
pada zaman Umar bin Khathbab sebanyak 23 rakaat”. (HR Imam Malik, dalam kitab
al-Muwatha, Juz I hlm. 138)
Kedua, Hadist riwayat al-Baihaqi dari sahabat saib bin Yazid dalam
kitab Al-Hawy li Al Fatawa li As Suyuthy, Juz I hlm. 350, juga kitab fath
al-wahhab Juz I, hlm. 58.
وَمَذْهَبُنَا
اَنَّ التَّرَاوِيْحَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً لِمَا رَوَى اْلبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُ
باِلْاِسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ الصَّحَابِيِّ رَضِيَ
للهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا نَقُوْمُ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ هَكَذَا ذَكَرَهُ اْلمُصَنِّفِ وَاسْتُدِلَّ
بِهِ.
Madzbab
kita (Syafi’iyah) menyatakan : salat Taawih itu dijalankan 20 rakaat. Ini
berdasarkan pada hadist nabi yang diriwayatkan Imam Baihaqi dengan sanad
shabih, dari Saib bin Yasid, ia mengatakan : kita mengerjakan salat Terawih
pada masa Umar bin Khathhab dengan 20 akaat ditambah Witir.
Ketiga, pendapat Jumhur fiqih yang terdapat dalam kitab fiqih
as-Sunah, Juz II. Hlm. 45
وَصَحَّ
النَّاسُ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيِّ
عِشْرِيْنَ رَكْعَةً. وَهُوَ رَأْىُ الْجُمْهُوْرِ الْفُقَهَاءِ.
Betul
bahwa kaum muslimin mengerjakan salat pada zaman Umar, Utsman, dan Ali sebanyak
20 rakaat, dan ini pendapat sebagian mayoritas pakar-pakar hokum Islam.
Keempat, dalam kitab Taudbib al-Adillah, Juz III, hlm. 171.
عَنْ اِبْنِ عَبَسَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى
فِىْ شَهْرِ رَمَضَانَ فِىْ غَيْرِ جَمَاعَةٍ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ.(رواه
البيهقى والطبرنى عن عبد بن حمد.)
Ibnu
Abbas mengatakan : Rasul salat di bulan Ramadhan sendirian sebanyak 20 rakaat
ditambah Witir (HR Baihaqi dan Thabrani, dari Abd bin Humaid)
Tetapi Sebagian
ulama ada yang berpendapat bilangan rokaat shalat Terawih adalah delapan rakaat
lebih afdlal. Bahkan Muhammad Nashiruddin al-Albani berpendapat bahwa shalat Terawih
lebih dari sebelas rakaat itu sama saja dengan shalat Zhuhur lima rakaat. Mereka
menggunakan Hadits A`isyah tentang
shalat Witir untuk membenarkan pendapatnya, yaitu :
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
"Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tidak pernah menambahi, baik pada bulan Ramadhan maupun selain bulan Ramadhan, dari sebelas rakaat." (Muttafaq `alaih).
Dari segi sanad, hadis ini tidak diragukan lagi keshahihannya. Karena di riwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim dan lain-lain (muttafaq `alaih). Hanya saja, penggunaan hadis ini menjadi dalil shalat Terawih perlu di kritisi dan di koreksi ulang.
Orang-orang yang
menggunakan hadis ini sebagai dalil dari bilangan rokaat shalat Terawih,
berarti cara memahaminya tidak utuh. Bunyi hadis ini secara sempurna adalah
sebagai berikut :
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أخبره أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رضي الله عنها: كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ ؟ قَالَتْ : مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا ، قَالَتْ عَائِشَةُ : فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ ؟ فَقَالَ : يَا عَائِشَةُ ، إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي (البخاري في صحيحه ج1/ص385 ح1096)
Dari Abi Salamah
bin Abd al-Rahman, ia bercerita, bahwa ia pernah bertanya kepada A`isyah
radhiyallahu `anha perihal shalat yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan. A`isyah menjawab : "Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menambahi, baik pada bulan Ramadhan
maupun selain bulan Ramadhan, dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat,
dan jangan kamu tanyakan baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat
rakaat, dan jangan kamu tanyakan baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat
tiga rakaat. A`isyah kemudian berkata : "Saya berkata, wahai Rasulullah,
apakah anda tidur sebelum shalat Witir?" Beliau menjawab : "Wahai
A`isyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, akan tetapi hatiku tidak tidur."
Mengutip
pendapat Ibnu Hajar A-Haitami, Beliu meengatakan bahwa hadist tersebut bukanlah
dalil untuk bilangan rokaat shalat Terawih, melainkan dalil bilangan
maksimalnya rokaat shalat witir. Sebab berdasarkan kebanyakan riwayat
disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat witir dan bilangan
maksimalnya adalah sebelas rakaat. Dalam Kitab Kasyfu At-tabarih dikatakan
وَلمَاَّ
كَانَتْ تِلْكَ اْلَاحَادِيْثُ مُتَعَارِضَةٌ وَمُحْتَلِمَةٌ لِلتَّأْوِيْلِ لَمْ
تَقُمْ بِهَا الْحُجَّةُ فِى اِثْبَاتِ رَكَعَاتِ التَّرَاوِيْحِ لِتَسَاقُطِهَا
فَعَدَّ لْنَا عَنِ اسْتِدْلَالِ بِهَا اِلَى الدَّلِيْلِ اْلقَاطِعِ وَهُوَ
اْلاِجْمَاعُ وَهُوَ اِجْمَاعُ اْلمُسْلِمِيْنَ فِى زَمَنِ عُمَرَ بْنِ
اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى فِعْلِهَا عِشْرِيْنَ رَكْعَةً رَوَاهُ
الْبَيْهَقِى بإسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ كَانُوْا يَقُوْمُوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرُ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً اھ )كشف التباريح ص ١٣(
“Karena
dalil-dalil tentang bilangan shalat rakaat shalat Terawih saling berlawanan dan
memungkinkan adanya ta’wil yang tidak bisa dijadikan hujjah dalam menetapkan
rakaat shalat Terawih karena dalil-dalil tersebut saling menjatuhkan, maka dari
itu kami tidak mengambil dalil dari hadist-hadist tersebut melainkan
menggunakan dalil yang Qoth’I yaitu ijma’ kebanyakan orang islam dizaman
Sayyidina Umar RA yang melaksanakan shalat Terawih 20 rakaat berdasarkan hadist
riwayat Baihaqi dari sahabat As-saib bin Yazid RA dengan isnad yang shahih, saib
mengatakan : Mereka (orang-orang muslim) mengerjakan shalat Terawih 20 rakaat
pada bulan Ramadan di zaman Khalifah Umar RA”
Lebih lanjut
dalam kitab Kasyfu at-tabarih dikatakan.
وَاِذَا
كَانَ اْلاَمْرُ كَذَلِكَ عَلِمْنَا اَنَّ الَّذِيْنَ صَلُّوْا التَّرَاوِيْحَ
الْيَوْمَ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ مُخَلِّفُوْنَ لِلْاِجْمَاعِ اِنْ كَانَ فِى اَمْرٍ
مَعْلُوْمٍ مِنَ الدِّيْنِ بِاالضَّرُوْرَةِ فَهُوَ كَافِرٌ وَاِلَّا فَهُوَ
فَاسِقٌ وَهُمْ مُخَالِفُوْا أَيْضًا لِسُنَّةِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
وَمَنْ خَالَفَ سُنَّةَ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ فَقَدْ خَالَفَ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ غَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِاَنَّهُ قَالَ فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ
وَسُنَّةِ خُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اْلمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ (رواه ابو
داود والترميذ اھ كشف التباريح ص ١٤(
“Dan jika permasalahannya seperti itu (dalil yang Qot’I
adalah dalil ijma yang membenarkan bilangan rakaat Terawih 20 rakaat) maka
dapat kita ketaahui bahwa mereka yang melaksanakan shalat Terawih 8 rakaat
adalah bertentangan dengan ijma dan orang yang mengingkari ijma tentang
permasalahan yang sudah pasti dalam agama adalah kafir atau fasik dan mereka
juga bertentangan dengan sunah khulafaur Rosyiidin dan orang yang bertentangan
dengan khulafaur Roysidin Juga bertentangan dengan Nabi SAW, karena beliau
telah bersabda “Berpegang teguhlah kamu sekalian dengan sunahku dan dengan
sunah Khulafaur Rosyidin yang memberi petunjuk sesudahku (HR. Abu Daud dan
At-tirmidi)
Dalam hadis di
atas, Sayyidah A`isyah dengan tegas menyatakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa
sallam tidak pernah melakukan shalat melebihi sebelas rakaat baik pada bulan
Ramadhan maupun pada bulan-bulan yang lain. Shalat yang dilakukan sepanjang
tahun, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya, tentu bukanlah shalat Terawih.
Karena shalat Terawih hanya ada pada bulan Ramadhan. Oleh karena itu para ulama
berpendapat bahwa hadis ini bukanlah dalil shalat Terawih. Akan tetapi dalil
shalat Witir.
Kesimpulan ini diperkuat oleh hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Sayyidah A`isyah radhiyallahu `anha.
عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ ثَلاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنْهَا الْوِتْرُ ، وَرَكْعَتَا الْفَجْرِ (هَذَا حَدِيثٌ مُتَّفَقٌ عَلَى صِحَّتِهِ أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ, الكتاب : شرح السنة المؤلف : البغوي)
Dari A`isyah radhiyallahu `anha, ia berkata : "Nabi shallallahu alaihi wa sallam shalat malam tiga belas rakaat, 11 rokaat shalat Witir dan dua rakaat sholat sunah Fajar." (HR. Muslim).
Pahala Sholat Tarawih
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib R.A, suatu hari Rasullullah SAW ditanya oleh sahabatnya, tentang keistimewaan shalat tarawih pada bulan Ramadan. Maka Rasullullah SAW bersabda, “Siapa yang melaksanakan shalat tarawih pada malam :
- Ia akan terlepas dari dosa-dosanya seperti saat ia baru dilahirkan oleh ibunya
- Allah swt memberi pengampunan baginya dan bagi kedua orang tuanya jika keduanya mukmin.
- Malaikat berseru dari bawah Arsy, mulailah beramal, maka mudah-mudahan Allah swt mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu.
- Mendapatkan pahala sama dengan pahala membaca Taurat, Injil, Zabur, dan al-Quran
- Allah akan memberi pahala baginya seperti pahala orang yang shalat di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha.
- Allah akan memberinya pahala seperti pahala orang yang thawaf di Baitul Ma’mur, dan batu-batu serta tanah liat memohonkan ampun untuknya.
- Seakan-akan dia berjumpa nabi Musa a.s kemudian menolongnya dari Kerajaan Firaun dan Hamman.
- Allah memberikan kepadanya seperti apa yang berikan kepada Nabi Ibrahim a.s
- Seolah-seolah Ia beribadah sebagaimana Nabi Muhammad SAW
- Allah memberikan anugerah kepadanya,berupa kebaikan dunia dan kebaikan akhirat.
- Ia akan meninggal dunia dalam keadaan seperti bayi yang baru lahir
- Di hari kiamat, ia akan bangkit dengan muka berseri seperti bulan.
- Di hari kiamat, ia akan aman dari segala keburukan
- Para malaikat akan menjadi saksi baginya, bahwa ia sungguh telah melakukan sholat Terawih, sehingga kelak pada hari kiamat Allah tidak lagi menghisabnya.
- Para malaikat, termasuk malaikat penjaga Arsy dan Kursi, akan meminta ampunan dari Allah SWT untuknya.
- Ia akan tercatat sebagai orang yang selamat dari Neraka dan masuk kedalam surga
- Allah akan memberi pahala baginya seperti pahala para nabi.
- Malaikat akan berseru “Wahai hamba Allah, sesungguhnya Allah SWT telah meridloimu dan kedua orang tuamu.
- Allah akan mengangkat derajatnya di surga Firdaus.
- Ia akan di beri pahala seperti pahala para syuhada dan shalihin.
- Allah akan membuatkan sebuah bangunan dari cahaya disurga untuknya.
- Pada hari kiamat, ia akan terhindar dari kesusahan dan keprihatinan.
- Allah akan membuat sebuah kota baginya di dalam surga.
- Allah akan mengabulkan 24 permohonannya
- Ia akan bebas dari siksa kubur.
- Allah akan menaikkan pahala kebaikannya selama 40 tahun.
- Kelak Ia akan secepat kilat dalam melewati Sirathal mustaqim.
- Allah akan meninggikan derajatnya sampai 1000 kali didalam surga
- Allah akan memberi pahala baginya seperti menjalani ibadah haji 1000 kali yang diterima Allah.
- Allah berkata kepadanya, Wahai hambaku, makanlah buah-buahan di surga! Mandilah dengan air Salsabila! Minumlah air telaga Kautsar! Aku adalah Tuhanmu dan engkau adalah hambaku
Demikian,
mudah-mudahan apa yang tertulis disini bermanfaat dan dapat menjadi pemicu
semangat dalam menjalankan ibadah-ibadah di bulan ramadlan. Amin…..
Post a Comment